Saturday, June 11, 2011

Masyarakat Yang Sakit

Semalam saya sempat shock baca artikel yang di-link-kan oleh sahabat saya dari blog pribadinya, bro Hero, yang katanya dapet link di fb dari temen kami juga [waktu SMU dulu], bro Harry.  Isinya, benar-benar mengerikan.  Ini saya kasih link-nya : http://www.surya.co.id/2011/06/10/ny-siami-si-jujur-yang-malah-ajur.
 
Buat yang males buka link di atas, ini saya copaskan: 

SURABAYA | SURYA - Ny Siami tak pernah membayangkan niat tulus mengajarkan kejujuran kepada anaknya malah menuai petaka. Warga Jl Gadel Sari Barat, Kecamatan Tandes, Surabaya itu diusir ratusan warga setelah ia melaporkan guru SDN Gadel 2 yang memaksa anaknya, Al, memberikan contekan kepada teman-temannya saat Unas pada 10-12 Mei 2011 lalu. Bertindak jujur malah ajur!
Teriakan “Usir, usir…tak punya hati nurani” terus menggema di Balai RW 02 Kelurahan Gadel, Kecamatan Tandes, Surabaya, Kamis (9/6) siang. Ratusan orang menuntut Ny Siami meninggalkan kampung. Sementara wanita berkerudung biru di depan kerumunan warga itu hanya bisa menangis pilu. Suara permintaan maaf Siami yang diucapkan dengan bantuan pengeras suara nyaris tak terdengar di tengah gemuruh suara massa yang melontarkan hujatan dan caci maki.
Keluarga Siami dituding telah mencemarkan nama baik sekolah dan kampung. Setidaknya empat kali, warga menggelar aksi unjuk rasa, menghujat tindakan Siami. Puncaknya terjadi pada Kamis siang kemarin. Lebih dari 100 warga Kampung Gadel Sari dan wali murid SDN Gadel 2 meminta keluarga penjahit itu enyah dari kampungnya.
Padahal, agenda pertemuan tersebut sebenarnya mediasi antara warga dan wali murid dengan Siami. Namun, rembukan yang difasilitasi Muspika (Musyarah Pimpinan Kecamatan Tandes) itu malah berbuah pengusiran. Mediasi itu sendiri digelar untuk menuruti tuntutan warga agar keluarga Siami minta maaf di hadapan warga dan wali murid.
Siami dituding sok pahlawan setelah melaporkan wali kelas anaknya, yang diduga merancang kerjasama contek-mencontek dengan menggunakan anaknya sebagai sumber contekan.
Sebelumnya, Siami mengatakan, dirinya baru mengetahui kasus itu pada 16 Mei lalu atau empat hari setelah Unas selesai. Itu pun karena diberi tahu wali murid lainnya, yang mendapat informasi dari anak-anak mereka bahwa Al, anaknya, diplot memberikan contekan. Al sendiri sebelumnya tidak pernah menceritakan ‘taktik kotor’ itu. Namun, akhirnya sambil menangis, Al, mengaku. Ia bercerita sejak tiga bulan sebelum Unas sudah dipaksa gurunya agar mau memberi contekan kepada seluruh siswa kelas 6. Setelah Al akhirnya mau, oknum guru itu diduga menggelar simulasi tentang bagaimana caranya memberikan contekan.
Siami kemudian menemui kepala sekolah. Dalam pertemuan itu, kepala sekolah hanya menyampaikan permohonan maaf. Ini tidak memuaskan Siami. Dia penasaran, apakah skenario contek-mencontek itu memang didesain pihak sekolah, atau hanya dilakukan secara pribadi oleh guru kelas VI.
Setelah itu, dia mengadu pada Komite Sekolah, namun tidak mendapat respons memuaskan, sehingga akhirnya dia melaporkan masalah ini ke Dinas Pendidikan serta berbicara kepada media, sehingga kasus itu menjadi perhatian publik.
Dan perkembangan selanjutnya, warga dan wali murid malah menyalahkan Siami dan puncaknya adalah aksi pengusiran terhadap Siami pada Kamis kemarin. Situasi panas sebenarnya sudah terasa sehari menjelang pertemuan. Hari Rabu (8/6), warga sudah lebih dulu menggeruduk rumah Siami di Jl Gadel Sari Barat.
Demo itu mendesak Ny Siami meminta maaf secara terbuka. Namun, Siami berjanji menyampaikannya, Kamis.
Pertemuan juga dihadiri Ketua Tim Independen, Prof Daniel M Rosyid, Ketua Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dindik Tandes, Dakah Wahyudi, Komite Sekolah, dan sejumlah anggota DPRD Kota Surabaya. Satu jam menjelang mediasi, sudah banyak massa terkonsentrasi di beberapa gang.
Pukul 09.00 WIB, tampak Ny Siami ditemani kakak dan suaminya, Widodo dan Saki Edi Purnomo mendatangi Balai RW. Mereka berjalan kaki karena jarak rumah dengan balai pertemuan ini sekitar 100 meter. Massa yang sudah menyemut di sekitar balai RW langsung menghujat keluarga Siami.
Mereka langsung mengepung keluarga ini. Beberapa polisi yang sebelumnya memang bersiaga langsung bertindak. Mereka melindungi keluarga ini untuk menuju ruang Balai RW. Warga kian menyemut dan terus memadati balai pertemuan. Ratusan warga terus merangsek. Salah satu ibu nekat menerobos. Namun, karena yang diizinkan masuk adalah perwakilan warga, perempuan ini harus digelandang keluar oleh petugas.
Mediasi diawali dengan mendengarkan pernyataan Kepala UPT Tandes, Dakah Wahyudi. Ia menyatakan bahwa seluruh kelas VI SDN Gadel 2 tidak akan kena sanksi mengulang Unas. Ucapan Dakah sedikit membuat warga tenang. Namun, situasi kembali memanas. Apalagi Ny Siami tidak segera diberi kesempatan menyampaikan permintaan maaf secara langsung.
Kemudian warga diminta kembali mendengarkan paparan yang disampaikan Prof Daniel Rosyid. Ketua tim independen pencari fakta bentukan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini ini berusaha menyejukkan warga dengan menyebut dirinya asli Solo. Dikatakan bahwa Solo, Surabaya adalah juga Indonesia, sehingga setiap warga tidak berhak mengusir warga Indonesia.
Kemudian dia berusaha berdialog santai dengan warga. Ada salah satu warga menyeletuk. “Kalau kita dikatakan menyontek massal. Lantas, kenapa saat menyontek pengawas membiarkannya,” ucap salah satu ibu yang mendapat tepukan meriah warga lain.
Warga juga menyatakan bahwa menyontek sudah terjadi di mana-mana dan wajar dilakukan siswa agar bisa lulus. Mendengar hal ini, Daniel kemudian memperingatkan bahwa perbuatan menyontek adalah budaya buruk. Di masyarakat manapun, perbuatan curang dan tidak jujur ini tidak bisa ditoleransi.
”Menyontek adalah awal dari korupsi. Jika perbuatan curang ini sudah dianggap biasa, maka ini akan membuka perilaku yang lebih menghancurkan masyarakat. Tentu tidak ada yang mau demikian,” sindir Daniel.
Kemudian mediasi dilanjutkan dengan menghadirkan Kepala SDN Gadel 2, Sukatman. Akibat kasus contekan massal di sekolahnya, Sukatman dan dua guru kelas VI dicopot. Sukatman menyampaikan permintaan maaf kepada wali murid.
Namun wali murid menyambut dengan teriakan bahwa Sukatman tidak salah. Yang dianggap salah adalah keluarga Siami karena membesar-besarkan masalah. Warga pun kembali berteriak “usir… usir”. Namun warga mulai tenang karena Sukatman tempak menghampiri Ny Siami dan suaminya. Mantan Kasek ini langsung meraih tangan ibunda Al dan saling meminta maaf. Namun, setelah itu warga kembali riuh rendah.
Setelah Siami diberi kesempatan berbicara, keributan langsung pecah. Suara massa di luar balai RW terus membahana, menghujat keluarga Siami. Padahal saat itu, Siami sedang menyiapkan mental dengan berdiri di hadapan warga.
Meski sudah berusaha tegar, namun ibu dua anak ini mulai lemah. Dia tampak berdiri merunduk sementara kedua matanya sudah mengeluarkan air mata. “Saya minta maaf kepada semua warga…” ucap Siami yang tak sanggup lagi meneruskan kalimatnya.
Namun, sang suami terus membimbing, membuat perempuan ini kembali melanjutkan pernyataan maaf. Namun, suasana kian ricuh karena massa terus berteriak “usir”. Baik petugas polisi dan tokoh masyarakat berusaha menenangkan situasi. Baru kemudian kembali terdengar suara Siami.
Dengan tangan gemetar dan ketegaran yang dipaksakan, Siami kembali berucap, “Saya tidak menyangka permasalahan akan seperti ini. Saya hanya ingin kejujuran ada pada anak saya. Saya sebelumnya sudah berusaha menyelesaikan persoalan dengan baik-baik.”
Pernyataan tulus Siami tidak juga membuat massa tenang, sampai akhirnya polisi memutuskan untuk mengevakuasi Siami dan keluarganya. Siami diarahkan ke mobil polisi dengan pengamanan pagar betis. Namun massa tetap berusaha merangsek, ingin meraih tubuh Siami. Sejumlah warga bahkan sempat menarik-narik kerudung Siami hingga hampir terlepas. Siami akhirnya berhasil diamankan ke Mapolsek Tandes.
Baik Ny Siami dan suaminya enggan memberi komentar usai kericuhan. Namun, kakak kandung Siami, Saki, mengakui bahwa adiknya saat ini dalam tekanan yang luar biasa. “Dia tak tahan lagi dengan tekanan warga. Sampai tidak mau makan hari-hari ini. Nanti kami akan merasa tenang jika di Gresik,” kata Saki. Benjeng, Gresik adalah daerah asal Siami. Saat ini Al, anak Siami yang dipaksa memberi contekan, juga diungsikan ke Benjeng setelah rumahnya beberapa kali didemo warga.
Sementara itu, Ny Leni, perwakilan warga menyatakan bahwa pihaknya masih akan terus menuntut agar tiga guru yang dicopot tetap mengajar di SDN Gadel 2 dan menuntut Siami bertanggung jawab.

Budaya sakit
Prof Daniel M Rosyid yang juga Penasihat Dewan Pendidikan Jatim, menyesalkan tindakan warga Gadel yang berencana mengusir keluarga Siami, ibunda Al. “Tuntutan warga untuk mengusir keluarga Al tidak masuk akal. Itu tidak bisa dituruti,” katanya.
Daniel menilai tuntutan warga tersebut sudah tidak rasional. Perbuatan benar yang dilakukan ibu Al, Siami, dinilai warga justru malah salah. Tindakan menyontek rupanya sudah mengakar dan menjadi kebiasaan bahkan budaya di masyarakat. “Warga ternyata sakit,” katanya.
Lagi pula Kepala Sekolah Sukatman dan dua guru kelas VI, Fatkhur Rohman dan Prayitno, sudah legowo dan menerima keputusan sanksi yang diberikan. “Saya kira ini kalau dibiarkan masyarakat akan sakit terus. Orang jujur malah ajur, ini harus kita cegah,” papar Daniel.
Sebelumnya, hasil tim independen pimpinan Daniel Rosyid menyampaikan temuannya bahwa Al, anak Siami, memang diintimidasi guru sehingga mau memberikan contekan. Namun, tim tidak menemukan cukup bukti sehingga Unas di SDN Gadel 2 perlu diulang. Alasannya tim independen tidak menemukan hasil jawaban Unas yang sistemik sama, dan nilai Unas pun hasilnya tidak sama. Al ternyata membuat contekan yang diplesetkan. Al tidak seluruhnya memberikan jawaban yang benar. Dan kawannya pun tidak sepenuhnya percaya dengan jawaban Al. Sehingga hasil ujian tidak sama.
Selain itu tim juga mempertimbangkan Unas ulang akan memberatkan siswa dan wali murid. Sanksi yang direkomendasikan yakni sanksi administratif dari Pemkot Surabaya kepada guru yang melakukan intimidasi kepada Al.
Berdasarkan temuan tim independen ditambah pemeriksaan Inspektorat Pemkot Surabaya itulah, Wali Kota Tri Rismaharini akhirnya mencopot Kepala Sekolah SDN Gadel 2 Sukatman dan dua guru kelas VI Fatkhur Rohman dan Prayitno.
~~~

Gimana menurut teman-teman? miris nggak? atau biasa aja?
Yaaah, saya setuju juga sih sama kata orang bijak, bahwa masing-masing orang memiliki sudut pandang berbeda dalam memandang permasalahan.  Tetap akan ada orang yang pro dan juga ada yang kontra. 
Tapi sebagai penjelas kedudukan saya saat menulis ini: saya pribadi berada di pihak KONTRA dengan tuntutan masyarakat [yang menurut saya irrasional] di kasus tersebut.

Hal ini bukan berarti saya tidak pernah menyontek...  Justru karena saya pernah menyontek, saya beranikan untuk memposting topik ini.  Bedanya dulu saya berani nyontek pas ulangan cuma sampe SMP, di mata pelajaran muatan lokal (saya mohon maaf kepada guru-guru muatan lokal SMP saya.... -__-
) dan tanpa sepengetahuan orang tua saya (karena pasti dimarahin).  Tapi, setelah tahu bahwa "dicurangi" itu menyakitkan, maka saya berusaha untuk berhenti "mencurangi" orang-orang di sekeliling saya.  Terus terang, malu saya, kalau ingat masa lalu.  Bisa-bisanya sebagai seorang yang mengucap syahadat (baca: percaya Tuhan), saya berbuat curang untuk kepentingan pribadi, duniawi pula!!
>>> Tapi, yaa, ambil pelajaran saja lah.  :nangis:

Makanya, setelah baca artikel dari teman saya itu, perasaan saya sedih sekali.  Betapa rapuhnya sistem pendidikan di negeri kita, dan di masyarakat kita SAAT INI.  Kesuksesan hanya dinilai dari selembar kertas berisi angka! Padahal angka-angka itu bisa dibeli dengan kertas bertuliskan angka dengan beberapa nol.  Saya nggak kebayang gimana lagi pada jaman anak atau cucu saya sekolah...

Orientasi masyarakat kita sudah bergeser, bukan lagi masalah moral, tapi masalah nilai.  Banyak anak-anak yang menolak menyontek, kemudian dikucilkan, tidak dianggap penting, dianggap sebelah mata, dikata-katain sok alim, disumpahin, dan setelah si anak 'down', akhirnya yang nyumpahin bertepuk tangan puas.  Atau guru yang ngelarang nyontek, pasti di cap "Killer" seumur hidupnya, padahal belum tentu se-killer itu.  Beda dengan anak yang nurut saja ketika diajak pada kecurangan.  Atau guru yang membebaskan anak-anak 'berusaha' meskipun dengan cara tidak benar.  Mereka ini, bisa dipastikan akan mampu menarik simpati dari orang di sekelilingnya, dianggap baik karena "diam" (Diam yang bukan emas, pastinya).
[Note: Tapi bukan berarti semua orang yang simpatik itu curang lo ya...  Saya tidak mengeneralisasikan.  Keep it in mind! ]

Benar sekali kata bro Hero dalam blog-nya, bahwa bibit dari korupsi adalah kebiasaan menyontek.   Jangan salahkan korupsi masih merajalela di negeri kita tercinta, kalau kita masih mendukung budaya nyontek, apapun alasannya.

Bayangin deh, pelajar yang 'diajarkan' menyontek oleh 'guru-guru' mereka, kelak akan menjadi penerus bangsa dengan berbagai profesi yang kemunginan besar -mau-tidak-mau- akan melakukan penipuan [dari yang kecil-kecilan maupun besar-besaran, dengan caranya masing-masing], kemudian beranak pinak, dan menurunkan 'ilmu'-nya ke generasi muda selanjutnya.  Demikian seterusnya...
Benar-benar seperti lingkaran setan!  Kalo dipikir-pikir,wajar aja negara kita nggak maju-maju, ya... hehe

Ini renungan untuk kita semua sebagai manusia, apapun peran kita dalam masyarakat, ingat bahwa kita punya Tuhan Yang Maha Melihat, supaya kita takut untuk membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar.
Kebenaran bukanlah kesepakatan, karena yang mayoritas belum tentu benar dan yang minoritas belum tentu salah.  Meskipun, yang minoritas belum tentu benar juga, dan yang mayoritas pun belum tentu salah. 

"Dan dari Wabishah bin Ma’bad radhiallahuanhu dia berkata : Saya mendatangi Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, lalu Beliau bersabda : 'Engkau datang untuk menanyakan kebaikan?' saya menjawab : 'Ya'.  Beliau bersabda : 'Mintalah pendapat dari hatimu, kebaikan adalah apa yang jiwa dan hati tenang karenanya, dan dosa adalah apa yang terasa mengganggu jiwa dan menimbulkan keragu-raguan dalam dada, meskipun orang-orang memberi fatwa kepadamu dan mereka membenarkannya.'"
(Hadits hasan kami riwayatkan dari dua musnad Imam Ahmad bin Hanbal dan Ad Darimi dengan sanad yang hasan)

Sebenarnya masih banyak uneg-uneg yang ingin saya sampaikan, tapi saya takut nantinya hanya menjadi omong kosong dan pembicaraan saya jadi melebar ke mana-mana.  Lagipula ini sudah cukup panjang, pasti teman-teman udah capek bacanya.. Jadi saya cukupkan saja.  ^^ hehe...

Semoga kasus di artikel tersebut tidak berulang di mana pun dan kapan pun.  Budaya kita harus digenahi dan masyarakat harus sadar sepenuhnya [dimulai dari sendiri].

i Love Indonesia!  Keep sharing, guys...... :)

No comments:

Post a Comment